Halo 2021 Muach!

Baturraden, pagi di akhir pekan yang malas

Hai #a dan #h? Berharap kabar baik menyelimuti kalian. Seperti halnya aku, baik-baik saja sembari menjajal brownies racikan ibu #a yang aku suka, tidak terlalu manis.

Selamat menempuh tahun yang baru, mudah-mudahan dalam membuka lembaran baru selalu dinaungi kelapangan. Baik dan buruk yang menimpa bisa kita nikmati.

Menyenangkan ketika menutup tahun kemarin, kita bertiga dapat bersua. Lebih tepatnya berempat, barengan suami #h. Bersama kita tamasya menikmati alam ditutup santap bakso dengan pemandangan yang aduhai. Paripurna!

Di lain hari, mencicip bebek rekomendasiku. Meski sempat salah informasi, harusya pesan bebek porsi setengah biar lebih nampol. Kala malam, memesan jahe susu dan susu murni panas. Tak cukup waktu lama, minuman lekas dingin namun suasana hangat tetap terjaga melalui obrolan yang asik.

Belakangan ini, gemerlap tahun baru seakan hal biasa. Melalui malam tahun baru layaknya malam biasa. Terlebih akhir tahun 2020 pandemi masih berkeliaran. Syukurlah di malam pergantian tahun, hujan deras mengguyur membuatku tidur gasik dan nyenyak.

Layaknya ritual tahunan, resolusi di awal tahun menjadi hal yang lumrah. Resolusi tahun baru seakan menjadi momentum, pengingat menjadi pribadi lebih oke. Meski terkadang lucu, resolusi tahun baru tak jauh berbeda seperti tahun-tahun belakangan. Misalnya mandi dua kali sehari yang jadi resolusi lima tahun silam masih menjadi resolusiku tahun ini.

Yah doakan aku bisa konsisten dalam resolusi tahun 2021. Konon dalam penelitian terungkap bahwa diperlukan waktu kurang lebih 30 hari untuk membuat kebiasaan baru.

Teruntuk #h selamat merampungkan perjuangan atas kado awal tahun yang kurang menggembirakan. Kepada #a, terima kasih sudah menjadi kawan nugas selama wfh. Berharap kepindahan kembali ke Bali serta segala urusan disana dimudahkan.

#a dan #h sukses menjadi tutor IELTS, oi ajarin aku Bahasa Inggris!

Penipu Ulung

Baturraden, di bawah bulir hujan.

 

“waktu seperti penipu ulung, ia pandai mengelabui kita”

Dua tahun absen, kembali mengisi blog.

Aku ingat. Perjumpaan terakhir dengan #h di awal tahun ini. Petang hari ketika #h rampung mengadakan pertemuan di dekat kantorku, ia pun kemudian menyambangiku. “Sembari membeli lauk santap malam buat sang suami”, ucap #h melalui pesan singkatnya. Bergegas ku ajak #h menuju kantin yang berada di belakang kantorku.

#h menjatuhkan pilihannya ke lapak kwetiau milik Pak Gendut di ujung pojok kiri. Ia pun memesan dua porsi dibungkus. Seraya mananti pesanannya matang #h sedikit berbagi kisahnya sebagai seorang istri. Memintal asmara, merajut renjana menjadikan sulaman kehangatan bersama sang suami. Obrolan tidak berselang lama memang, adzan maghrib membahana memaksa kita untuk balik. Sebelum pulang, seperti biasa #h menumpang shalat di kantorku.

Ohya lupa, aku dan #i belum memberikan bingkisan pernikahan #h. Teman macam apa? wqwq

Sementara itu, bulan lalu aku baru bertemu #a di Warung Tantene, kedai ayam goreng kenamaan di Purwokerto. Awalnya berencana bertemu di kedai kopi milik rekan SMA namun gagal karena aku telat. Btw, selamat #a selaku CEO kedai kopi di Pulau Dewata. Proud!

Sebelumnya pula aku dan seorang kawan SMA ku menjemput #a di Tangerang. Selang sehari ia mendarat dari Australia-Bali. Kita menyempatkan diri mampir ke Cilegon, menemui kawan lama di bangku sekolah menengah akhir. Saat balik di kala malam melintas jalan tol yang cukup padat kita bertiga melakukan carpool karaoke, mendendangkan lagu-lagu patah hati. Hujan membuatnya semakin sempurna.

“Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asik sendiri” oleh Kuntoaji. Makjleb.

Update kehidupan, saat ini semesta sedang pilu. Pandemi Covid-19 menyerbu belahan dunia, tak terkecuali bumi pertiwi. Tiga minggu sudah aku bekerja dari rumah. Dua minggu pertama aku isolasi diri di rumah kakakku yang kosong, mengingat kepulanganku dari Jakarta yang sudah masuk zona merah. Aku memposisikan diriku sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP). Sesekali aku pulang ke rumah, mengambil lauk pauk.

Sabar #h untuk taun ini sepertinya kamu gagal mudik kembali. Teruskan pekerjaanmu membangun rumah di The Simps 4. Rencana singgah #a selama sebulan di Indonesia menjadi diperpanjang, selamat menikmati.

Semoga pemerintah lekas mengeluarkan kebijakan penanganan pandemi ini. Semoga masyarakat taat menjalani aturan yang berlaku. Bagi rekan yang bekerja dari rumah jangan mengeluh akan bosan melanda. Sedangkan yang tetap harus bekerja dari luar tetap semangat dan jaga kondisi. Semoga kolega medis sebagai garda terdepan diberi kekuatan dan keselamatan.

Kali ini jua, semoga waktu lekas menipu kita. Wabah ini lekas hilang, semesta pun kembali bersorai.

 

#i

J – B – K

Selamat ulang tahun #h, semangat meniti studi dan menata hati. Perihal studi dan hati, anggaplah seperti sedang memintal benang, modal menyulam menjadi pakaian. Menjemukan dan penuh kerikil memang, tapi itulah bekalmu untuk menyulam masa depan. Perlahan namun pasti, berbekal semangat dan hati yang ceria.

Berbicara mengenai #h biarkan aku sedikit mengulas perkenalan dengannya, lebih agak detail. Aku dan #h satu SMP, kita berkenalan ketika di periode akhir menjalang masa SMP usai. Saat itu kita dipertemukan dalam les Bahasa Inggris di tempat Bu Ambar, guru SMP kita. Suatu saat dia datang ke tempat Bu Ambar, padahal bukan di hari dan jam lesnya. #h membawa satu bungkus martabak. Entah kenapa martabak tersebut mengundang selera makanku. Aku pun memperkenalkan diri kepada #h, dengan maksud agar ditawari martabak kepunyaannya. Kalau pun tidak, aku punya alasan untuk meminta sepotong martabakanya. Seperti itulah perkenalan aku dan #h, sederhana.

Sebenarnya aku sudah tahu #h semenjak di bangku awal SMP. Namun menurutku dia adalah sosok yang menyebalkan. Maksudku, aku tidak begitu suka dengan sifatnya: banyak omong-cerewet. Alasan yang kurang masuk akal memang, tetapi seperti itulah aku di waktu SMP, kurang begitu respect dengan cewe yang berisik. Mungkin karena aku agak pendiam.

Ohya, sampai saat inipun #h aku beri nama di kontak telepon genggamku dengan nama #hcerewet.

Dan hei #a. Selamat  menjelajahi hidup, menggerayangi pulau dewata: Bali. Menemukan jawaban potongan-potongan mozaik hidupmu yang sedang kau pertanyakan.

Seperti aku bilang tempo hari di saat kita santap malam sebelum keberangkatanmu, mengutip buku La Tahzan “Jangan menyesal dengan apa yang telah kau putuskan, toh waktu tidak akan bisa kau putar kembali. Jangan takut dengan masa depanmu, toh itu belum terjadi. Lakukanlah yang terbaik di saat sekarang, dengan begitu kau tidak akan menyesal degan apa-apa yang telah kau lakukan dan ketakutan akan masa depanmu akan mulai luntur, bahkan sirna”.

Dan yang seperti aku bilang di hadapanmu, saat kau asyik melahap soto Betawi pesananmu. Apa yang aku katakan terdengar mudah, namun sulit dilaksanakan. Tapi aku percaya, kamu bisa.

Di pulau dewata bebas boleh, liar jangan. Seperti yang pernah kau katakan dalam sebuah pesan singkat.

#h dan #a kini kita semua beda pulau. Namun status kita masih sama, anak manusia yang jauh dari belaian cinta 😦

#i

Bersiap untuk Berpindah

Eropa, 1ºC

Hi #a, selamat atas keputusan yang kamu ambil. Semoga kamu selalu sehat dan semangat menjalani aktifitasmu. Memulai sesuatu yang baru memang terkadang menakutkan, namun semoga kamu menikmati dan mengambil pelajaran dari proses itu.

Hari ini aku sedang belajar untuk ujian ulangku. Setelah sekian lama aku merasa menjadi mahasiswa bodoh, akhirnya aku memutuskan untuk membuktikan pada diriku sendiri kalau aku memang bodoh dan harus belajar lagi. Semoga aku berhasil pada ujian kali ini. Jika aku gagal maka masa studi ku akan ngaret dari yang ditentukan.

Jika #a sudah berpindah, sekarang giliranku yang akan berpindah. Aku akan hidup selama 5 bulan lamanya di Belanda. Awalnya aku merencanakan hal ini karena tau #a akan menetap di Belanda. Namun ternyata #a pergi ke Bali dan aku sendirian ke Belanda. Tidak apalah, nyatanya kita hidup di dunia juga sendirian, iya kan? Yah, terkadang manusia memang hanya bisa berencana, tuhan lah yang memutuskan.

Besok Senin pagi tanggal 6 aku pindah ke Belanda. Semoga ini adalah keputusan yang tepat. Semoga segala persiapanku untuk hidup di sana sudah benar.

Sampai jumpa lagi,

#h

ilmu sejarah

study the past, if you would divine the future – confucius

Itu adalah bulan Juni, dimana aku mulai keluar rumah untuk waktu yang agak lama dan tidak ditentukan. Jogja adalah tempat yang aku singgahi, sebuah kota, sebuah mantan terindah yang tidak akan bisa dilupakan siapapun yang pernah mencintainya. Aku pergi dari rumah dengan itikad mulia, berkuliah. Seperti kebanyakan orang di Asia, Afrika, Amerika, Eropa, dan Australia, selepas kau SMA maka jika Tuhan mengijinkan, kau harus kuliah. Mengapa harus? Agar aku gampang mendapatkan pekerjaan, dengan begitu gampang pula aku mendapatkan istri cantik, solehah, dan bisa mendendangkan lagu-lagu qasidah. Begitulah kiranya alasan ibuku dahulu, dalam rangka memberiku semangat guna mencari tempat kuliah.

Di Jogja, aku berkuliah di UGM jurusan Ilmu Sejarah. Hmmmm, aku paham dan maklum, banyak orang yang terheran dengan jurusan yang aku pilih, pun termasuk ibuku.

“kuliah dimana?”, pertanyaan orang.

“UGM”, aku mencoba menjawab.

“wow, sulit loh masuk sana. jurusan apa?, kembali si  orang mengajukan tanya.

“sejarah”, aku kembali mencoba menjawab

Kemudian hening, sampai sekitar 4-6 detik, seakan denting waktu berhenti, membeku. Begitulah, banyak orang yang selalu bertanya, pertanyaan yang sama.  Berbicara mengenai jurusan sejarah, itu adalah murni pilihanku, bukan paksaan dari pihak manapun. Jika ditanya alasan masuk sejarah, aku cuma bisa bilang “aku suka sejarah”, simple dan kurang menjelaskan sebenarnya. Tapi pernah, ketika perkenalan awal antara mahasiswa baru dan dosen, semua mahasiswa baru ditanya alasan masuk sejarah di dalam sebuah forum. Tiba giliranku, aku menjawab “mau buat candi”, dan seluruh penghuni forum perkenalan tertawa. Padahal aku serius, maksudku, aku ingin buat candi.

Sejujurnya, selepas merampungkan bangku SMA aku bingung hendak kuliah dimana dan masuk jurusan apa. Mata pelajaran yang aku suka adalah IPS: sejarah dan ekonomi. Jika ditarik ke belakang, aku suka pelajaran IPS adalah ketika SMP, waktu itu gurunya adalah Bu Elya Soemandari. Bu Elya adalah salah satu guru favoritku, beliau sangat menyenangkan ketika mengajar di kelas. Bagiku Bu Elya layak mendapatkan sertifikasi guru oleh pemerintah yang cukuplah diwakilkan Kemendikbud karena ya aku tau pemerintah kan sibuk. Ohya, selain Bu Elya, ada juga Bu Erma Kamilah yang juga guru IPS. Kalau Bu Erma karena menurutku adalah guru paling cantik di SMP ku, pada waktu itu. Inilah, cikal bakal aku menyukai pelajaran IPS, dan secara tidak langsung mengantarkanku memilih masuk jurusan sejarah.

Namun, dibalik itu semua. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, aku mengucap syukur bisa kuliah di sejarah UGM. Ya, Karena hanya UGM lah,  satu-satunya universitas yang mau menerima aku kuliah, universitas yang lain tidak, sombong.

Dan inilah alasan aku pergi ke Jogja, belajar ilmu sejarah

#i